Alumni IK angk 94
Seperti kita ketahui bahwa organisme laut mengundang daya tarik ilmiah di antaranya karena fenomena bioekologi unik yang dimilikinya. Misalnya sponge yang tubuhnya lunak ternyata mampu melindungi dirinya dari pemangsa di samping tahan terhadap serangan mikroba dengan cara memproduksi senyawa-senyawa beracun. Selain itu, mikroorganisme tertentu mampu hidup di lingkungan laut yang ekstrim, seperti di dasar perairan dengan tekanan dan suhu yang tinggi (mencapai 200 derajat C) karena enzim-enzimnya yang tahan panas. Terungkapnya peran produk alami di balik munculnya fenomena yang unik seperti ini telah mendorong upaya pencarian dan pengembangan produk alami dari laut sebagai bahan baku kunci dalam berbagai bioindustri, termasuk industri farmasi, pangan, dan pertanian.
Pada prinsipnya, ada tiga hal utama yang perlu dijajaki dalam pengembangan produk laut ke level industri: (i) menemukan produk alami unik dengan nilai potensi komersial tinggi, (ii) memodifikasinya menjadi lebih unggul dalam hal sifat-sifatnya, dan (iii) memproduksinya dalam jumlah yang memadai. Pendekatan yang mendasar untuk mencapai sasaran tersebut adalah menelusuri faktor genetik yang mengendalikan pembentukkan suatu produk target. Kemudian faktor genetika itu dimanipulasi sehingga menghasilkan berbagai turunan produk baru yang lebih unggul, yang biasanya tidak dijumpai di alam. Faktor genetik yang dimaksud adalah gen-gen yang terlibat dalam biosintesis produk alami yang diinginkan.
Bagaimana informasi genetik yang tersimpan dalam gen diubah menjadi produk alami? Hal ini melibatkan sejumlah tingkatan molekuler. Jika produk target dalam bentuk protein atau enzim, tingkatan yang terlibat mencakup: (i) konversi gen menjadi RNA (ribose nucleic acid) yang disebut transkripsi dan (ii) konversi RNA menjadi protein/enzim yang disebut translasi. Jika produk target dalam bentuk metabolit sekunder, tingkatan itu diawali oleh kedua tahap tersebut, dan diikuti oleh serangkaian reaksi enzimatik ke arah pembentukan suatu metabolit sekunder.
Penelusuran gen-gen yang berperan dalam produksi suatu produk alami dapat dilakukan melalui studi Genomika Fungsional. Studi ini diawali dengan menentukan urutan DNA total dari suatu organisme dan diikuti dengan mengungkap makna urutan tersebut. Dalam konteks bioteknologi kelautan, cabang ilmu ini disebut Genomika Fungsional Kelautan, yang digambarkan secara sederhana di artikel: Uria et al, 2004. WPPI 10(7):17-22, http://biotech-uria.synthasite.com/populer-science-and-fun-facts.php. Setelah lokasi gen-gen penyandi biosintesis produk alami diketahui, rentetan gen tersebut dapat diisolasi dengan mudah. Kemudian gen-gen itu dikloning atau diaktifkan di mikroorganisme yang sesuai, sehingga terbentuk produk target dalam jumlah yang nyata. (Tinjauan tentang bagaimana gen-gen dari bakteri laut diisolasi melalui tuntunan genomika fungsional dan diaktifkan di bakteri E. coli dimuat di: Uria et al., 2006, http://biotech-uria.synthasite.com/molecular-enzymology.php).
Bagaimanapun juga, penemuan gen-gen penyandi produk alami dari organisme laut seperti sponge menjadi lebih sulit jika biosintesisnya melibatkan asosiasi atau simbiosis dengan bakteri. Kesulitan ini bertambah jika bakteri itu tidak dapat dibiakkan di laboratorium. Untuk memecahkan masalah ini, akhir-akhir ini berkembang suatu pendekatan baru yang dinamakan Metagenomika. Pendekatan ini mengabungkan kemajuan terkini dalam biologi molekuler dan perkembangan teknologi informasi yang cepat. Prinsip dasar metagenomika untuk penemuan gen-gen potensial dari dunia mikroba laut tanpa melalui pembiakkan digambarkan di: Uria et al, 2005. WPPI 11(7):17-24, http://biotech-uria.synthasite.com/marine-metagenomics.php).
Setelah gen-gen penyandi produk alami diperoleh, komposisi dan urutannya dapat dimanipulasi melalui sejumlah pendekatan biomolekuler guna menghasilkan produk-produk baru yang lebih unggul. Sejumlah pendekatan yang dimaksud umumnya dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu (i) mutagenesis in situ yang juga dikenal dengan istilah desain protein rasional (rational protein design), dan (ii) mutagenesis acak yang lebih populer disebut evolusi molekuler atau evolusi laboratorium. (Info lebih lanjut tentang mutagenesis ini dalam konteks rekayasa enzim dapat dibaca di artikel: Uria et al., 2006. J. Coastal Development 8(2):53-74, http://biotech-uria.synthasite.com/marine-metagenomics.php).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar